ITU AKU


Add capti
Gelap masih setia pada sang malam, angin pun tak jua bosan menancapkan bisa gigil ke tulang-tulang ku. Namun tetap saja aku masih di sini, setia mengumpulkan serpihan-serpihan bahagia yang telah memuing setelah topan memporak porandakan tembok harapan. Bahkan aku sudah lupa, apa tujuan dari semua ini. Haruskah aku harus tetap menunggu atau pasrah.
Kawan, jauh dari keluarga dari SMP dan mengabdikan diri untuk ibu angkat adalah hal yang paling menyakitkan bagi ku.
“is..! koe ki lho piring durung di asahi, jangan durung di anget ke ! koe nang omah ngopo wae jane ke ? bodho mu wi lo ora ilang – ilang. Mulo nang omah ki ojo mung turu mbek fesbukan wae eling omah”. Ocehnya sambil menunjuk - nunjukan jarinya ke arah ku dengan kedua matanya yang besar itu.
“koe ki nak di kandhani nggugu ngono lo, ngelu aku mikirke koe !” kata terakhirnya sebelum meninggalkan ku lalu menuju ke kamar.
Aku hanya bisa diam dan menunduk, tak bisa berkata – kata. Bukanya aku takut, tapi aku sadar diri. Aku langsung bergegas menuju dapur dan membereskan semua pekerjaan itu.
            Kawan, di kamar sempit dan dingin ini ku luapkan segela benak dalam hati ku, kepada mereka sumber kesedihanku. Setidaknya 5th lalu sebelum keluargaku masih utuh, dengan adanya ibu kandungku, aku masih bisa merasakan rasa itu. rasa yang menurutku adalah bahagia atau mungkin hanya damai sementara.
***
“matamu dokok neng endi, *su !!”. umpatnya sambil meludahi kepalaku dan langsung tidur kembali, itu kakak ku kawan 5 tahun lalu.
Tak ada yang menganggapku sebagai anggota keluarga. Kecuali ibu ku, dia menyayangi ku dengan tulus. Dia lah yang menguatkan aku. Sampai akhirnya ibuku sakit kelas 2 SMP dan di kostkan karena aku di rumah hanya merepotkan.
04:33, hari ketiga idul fitri.
Ibukku menghembuskan nafas terakhirnya karena liver yang di deritanya tepat aku memasuki kelas 3 SMP. Hidupku kacau, seolah berada di angka 0. Aku benci hari itu, bukanya hati ini tak sakit, bukanya hati ini tak hancur, bukanya hati ini ak perih, hanya kepasrahan yang mengiringi. Penguat hidupku telah tiada lagi.
***
Kawan kini aku kelas 2 SMA, hidupku masih tak berubah. Masih belum tau apa itu  bahagia. Aku jauh dari keluargaku kawan. Di jadikan pembantu gratis kepada seorang perempuan tua dengan dalih mengangkatku sebagai anak. Ah bohong, nyatanya dia tak menganggapku sedemikian yang ia ceritakan kepada bapak ku. Bahwa aku akan di enak’kan hidupnya. Pendusta !
04:30, di rumah.
            Ku terbangun dari lelapku, langsung menuju kamar mandi untuk ber’wudlu untuk menunaikan sholat subuh. Aku terima perdaban ini, dimana tempat aku mengadu, memuntahkan onggokan duka, tumpahkan murka di muka jiwa.
“is.. ! wong wedok ojo keset, koe ki lho gaweane mung turu, isin aku ngrasak’ke koe, ngelu aku. Saiki sak karep mu meh opoaku ora arep ngurusi !”. kata ibuk’ku karena aku belum buang sampah.

Aku lupa, kapan terakhir aku merasa bahgia, aku bahkan tidak tau apa itu bahgia. Kawan, jika bumi ini harus berhenti maka aku juga tau punya tempat untuk berdiri. Kini aku hanya merasa dan harus bisa yakin di hadapanya aku juga punya tempat, meski tak seindah taman syurga seperti yang mereka punya.

Komentar

Postingan Populer