SENJA DI BALIK DUKA
Hari ini panas sekali, rasanya enggan pulang. Masih ingin menikmati kipas angin kelas innii. Akhirnya ku dengar bell sekolah tanda pelajaran telah usai. Saat yang paling menyebalkan, dimana aku nanti harus berdesak-desakan di angkot tanda hokky 33.
Hari semakin panas, kuputuskan untuk pulang, tapi Tik-Tok yang di nanti tak kunjung datang.
“ Mirna kenapa sendiri? Nanti kepasar yuk. Jalan-jalan sembari melihat-lihat, rasanya sepatuku sudah minta di pensiunkan. Hehe..” ajakan Maya salah seorang teman ku yang cukup mengagetkan. aku hanya mengangguk tanda meng’iyakan ajakanya. Akhirnya setelah sekian lama menunggu Tik-Tok yang di tunggu tiba juga, aku dan Maya segera naik. Sepertinya naik Tik-Tok lebih mengasyikan dibanding aku harus naik angkot (kurasa). Aku dan Maya berhenti di kawasan pasar Boja, berkeliling sambil melihat-lihat tentunya.
“ Mir, sudah sore. Ayo kita pulang, takut di cari bapak ku. Kebetulan di depan sudah ada bes, aku duluan ya ..!” ucapan perisaan Maya sebelum mengahiri kebersamaan di hari ini. seperti biasa aku hanya mengangguk, karena aku sangat lelah sekali hari ini. Bus minas yang di naiki Maya mulai hilang di tikungan jalan. Sejauh mata memandang, belum juga ada angkut 33 yang lewat. Tak di sangka tenggorokan mulai mengering. Minum dawet ayu mungkin akan lebih baik sembari beristirahat setelah sekian lama berkeliling bersama Maya tadi. Tiba-tiba aku terkagetkan oleh suara yang sepertinya sudah tak asing lagi bagi telingaku.
“Mirna ya ??”
“mbak Sumi !” jawabku.
“iya, Mirna apa kabar ?”
“be baik mbak !” jawabku gugup.
Kupandangi wajah mbak Sumi, wajahnya pucat, tubuhnya kurus kering, matanya merah. Tapi masih tampak cantik dengan kepala yang di balut jilbab pink.
“mbak Sumi mau kemana?” tanyaku untuk mengakhiri keheningan di sore itu.
“mau pulang ke Sidodadi mir, kangen dengan bapak dan emak.” Jawab mbak Sumi sambil tersenyum padaku.
“mbak Sumi kemana saja? Kok pucat sekali, mbak Sumi sedang ada masalah ya?” tanyaku menerawang wajah pucat nan lusih itu.
“ceritanya panjang mir, !”
“mbak Sumi cerita saja, mungkin mirna bisa bantu !” “dulu emak dan bapak ingin aku bekerja di kota, bersama pak kasmin waktu itu. Di situ katanya aku akan berkerja di sebuah pabrik yang gajinya lumayan. sebagai anak aku mengiyakan keinginan bapak dan emak. Tapi setelah aku sampai dikota, ternyata aku berkerja menjadi pembantu rumah tangga, aku sering di aniyaya majikan ku. Bahkan gajikupun sering tidak di berikan. Akhirnya aku kenal dengan supir rumah sebelah. Namanya mas Junet, menurutku mas Junet adalah orang yang baik meskipun waktu itu usiaku baru minginjak umur 16 tahun sedangkan mas Junet 43 tahun. Dengan segala bujuk rayunya, aku menyerahkan keperawananku. Setelah itu aku bawa mas Juned ke kampung dan ku kenalkan pada bapak dan emak. Ternyata emak sangat menyutujui hubungan kami, sedangkan bapak hanya nurut apa kata emak. Emak mendesakku segera menikah, kerna mas Junet sering menginap di rumah. !!”
“lalu masalahnya apa ? bukankah itu hal yang membahagiakan !” tanyaku “iya mir, aku dan mas Junet lalu menikah. Meskipun itu hanya sebatas nikah siri, tapi itu sudah lebih dari cukup. Setelah pernikahan ku berlangsung aku mas Junet mengajakku ke Jakarta, meskupun di sana aku tinggal di rumah kontrakan. Rumah tangga ku dengan mas Junet berjalan harmonis, sampai pada usia pernikahan ku 2 bulan. Perempuan yang mengaku sebagai istri mas Junet datang sambil memaki-maki dengan tuduhan aku sebagai wanita penggoda, wanita tidak tau malu. Aku hanya bisa menangis karena mas Junet juga tak dapat membela ku. Ia hanya diam melihat aku di caci. Mas Junet ikut pergi bersama wanita yang mengaku istrinya, semenjak itu mas Junet tak dapat di hubungi. Mas Junet mencampakkan ku begitu saja mir ...!” Cerita mbak Sumi cukup menyayat hati ku, ku lihat mbak Sumi begitu tegar. Aku tidakt tega bertanya lebih dalam, mengingat mbak Sumi yang semakin pucat pasi. Menerawang di balik mata sayu namun tetap berparas cantik, kenapa mbak Sumi begitu tegar
“yang sabar mbak Sum, maaf aku tidak bisa membantu apa-apa !. Ya sudah aku pulang dulu ya mbak sudah sore. Takut di marahi bapak. Sampaikan salam ku untuk pakdhe dan budhe. Mbak Sum hati-hati ya !” ucapan ku untuk mengahiri kisah hari ini.
“iya mir, pasti akan aku sampaikan. Kamu juga hati-hati yaa.. !” Mbak Sumi tersenyum pada ku dengan anggukan pelan nan halus. Akupun membalas senyuman itu sambil melambaikan tangan. Angkut 33 sudah menunggu. Kulihat mbak sumi masih duduk di warung tadi. Aku melambaikan tangan di balik kaca angkut, mbak Sumi pun membalasnya. Kulihat tampak jelas raut muka mbak Sumi yang menggambarkan kepedihan dan penderitaan
Hari semakin panas, kuputuskan untuk pulang, tapi Tik-Tok yang di nanti tak kunjung datang.
“ Mirna kenapa sendiri? Nanti kepasar yuk. Jalan-jalan sembari melihat-lihat, rasanya sepatuku sudah minta di pensiunkan. Hehe..” ajakan Maya salah seorang teman ku yang cukup mengagetkan. aku hanya mengangguk tanda meng’iyakan ajakanya. Akhirnya setelah sekian lama menunggu Tik-Tok yang di tunggu tiba juga, aku dan Maya segera naik. Sepertinya naik Tik-Tok lebih mengasyikan dibanding aku harus naik angkot (kurasa). Aku dan Maya berhenti di kawasan pasar Boja, berkeliling sambil melihat-lihat tentunya.
“ Mir, sudah sore. Ayo kita pulang, takut di cari bapak ku. Kebetulan di depan sudah ada bes, aku duluan ya ..!” ucapan perisaan Maya sebelum mengahiri kebersamaan di hari ini. seperti biasa aku hanya mengangguk, karena aku sangat lelah sekali hari ini. Bus minas yang di naiki Maya mulai hilang di tikungan jalan. Sejauh mata memandang, belum juga ada angkut 33 yang lewat. Tak di sangka tenggorokan mulai mengering. Minum dawet ayu mungkin akan lebih baik sembari beristirahat setelah sekian lama berkeliling bersama Maya tadi. Tiba-tiba aku terkagetkan oleh suara yang sepertinya sudah tak asing lagi bagi telingaku.
“Mirna ya ??”
“mbak Sumi !” jawabku.
“iya, Mirna apa kabar ?”
“be baik mbak !” jawabku gugup.
Kupandangi wajah mbak Sumi, wajahnya pucat, tubuhnya kurus kering, matanya merah. Tapi masih tampak cantik dengan kepala yang di balut jilbab pink.
“mbak Sumi mau kemana?” tanyaku untuk mengakhiri keheningan di sore itu.
“mau pulang ke Sidodadi mir, kangen dengan bapak dan emak.” Jawab mbak Sumi sambil tersenyum padaku.
“mbak Sumi kemana saja? Kok pucat sekali, mbak Sumi sedang ada masalah ya?” tanyaku menerawang wajah pucat nan lusih itu.
“ceritanya panjang mir, !”
“mbak Sumi cerita saja, mungkin mirna bisa bantu !” “dulu emak dan bapak ingin aku bekerja di kota, bersama pak kasmin waktu itu. Di situ katanya aku akan berkerja di sebuah pabrik yang gajinya lumayan. sebagai anak aku mengiyakan keinginan bapak dan emak. Tapi setelah aku sampai dikota, ternyata aku berkerja menjadi pembantu rumah tangga, aku sering di aniyaya majikan ku. Bahkan gajikupun sering tidak di berikan. Akhirnya aku kenal dengan supir rumah sebelah. Namanya mas Junet, menurutku mas Junet adalah orang yang baik meskipun waktu itu usiaku baru minginjak umur 16 tahun sedangkan mas Junet 43 tahun. Dengan segala bujuk rayunya, aku menyerahkan keperawananku. Setelah itu aku bawa mas Juned ke kampung dan ku kenalkan pada bapak dan emak. Ternyata emak sangat menyutujui hubungan kami, sedangkan bapak hanya nurut apa kata emak. Emak mendesakku segera menikah, kerna mas Junet sering menginap di rumah. !!”
“lalu masalahnya apa ? bukankah itu hal yang membahagiakan !” tanyaku “iya mir, aku dan mas Junet lalu menikah. Meskipun itu hanya sebatas nikah siri, tapi itu sudah lebih dari cukup. Setelah pernikahan ku berlangsung aku mas Junet mengajakku ke Jakarta, meskupun di sana aku tinggal di rumah kontrakan. Rumah tangga ku dengan mas Junet berjalan harmonis, sampai pada usia pernikahan ku 2 bulan. Perempuan yang mengaku sebagai istri mas Junet datang sambil memaki-maki dengan tuduhan aku sebagai wanita penggoda, wanita tidak tau malu. Aku hanya bisa menangis karena mas Junet juga tak dapat membela ku. Ia hanya diam melihat aku di caci. Mas Junet ikut pergi bersama wanita yang mengaku istrinya, semenjak itu mas Junet tak dapat di hubungi. Mas Junet mencampakkan ku begitu saja mir ...!” Cerita mbak Sumi cukup menyayat hati ku, ku lihat mbak Sumi begitu tegar. Aku tidakt tega bertanya lebih dalam, mengingat mbak Sumi yang semakin pucat pasi. Menerawang di balik mata sayu namun tetap berparas cantik, kenapa mbak Sumi begitu tegar
“yang sabar mbak Sum, maaf aku tidak bisa membantu apa-apa !. Ya sudah aku pulang dulu ya mbak sudah sore. Takut di marahi bapak. Sampaikan salam ku untuk pakdhe dan budhe. Mbak Sum hati-hati ya !” ucapan ku untuk mengahiri kisah hari ini.
“iya mir, pasti akan aku sampaikan. Kamu juga hati-hati yaa.. !” Mbak Sumi tersenyum pada ku dengan anggukan pelan nan halus. Akupun membalas senyuman itu sambil melambaikan tangan. Angkut 33 sudah menunggu. Kulihat mbak sumi masih duduk di warung tadi. Aku melambaikan tangan di balik kaca angkut, mbak Sumi pun membalasnya. Kulihat tampak jelas raut muka mbak Sumi yang menggambarkan kepedihan dan penderitaan
Komentar
http://sulaimanalghifari0208@gmail.com
thanks... :)
Ceritanya bagus... ane suka... gaya penulisannya...
join juga di blog ku ya sobat...
http://sulaimanalghifari0208.blogspot.com/
thanks....
mohon bimbinganya
barucan saya cek blog tadi, ternyata bagus-bagus
terimakasih !