HUJAN BERKABUT


Aku lupa ini pelajaran apa, tapi yang jelas ini kelas moving dan setelah ini pelajaran agama islam (PAI) di gedung I nomor 3. Aku membawa tas banyak, satu tas untuk bawa boneka anjing kesayagan, satu tas lagi untuk buku-buku Indah yang ketinggalan di laci, satu tas untuk buku-bukuku sendiri, dan rantang kosong isi 2 aku bungkus platik hitam. Seperti biasa, aku lupa apa kegunaan semua barang-barang  itu di sekolah. Teman ku Rima membantu membawakan satu tas sedangkan aku membawa tas punggung, tas jinjing dan rantang.
(kok malah jadi ngomongin tas?)Cuaca masih mendung, dingin dan sedikit berkabut,

“cepat dikit dong, di tungguin dari tadi juga !!” teriak cholis dari luar pintu.
Aku langsung bergegas, cuaca hari ini mendung, dingin, dan agak gelap. Yang aku herankan kenapa cholis nggak pake alas kaki? Padahal siang ini begitu dingin.
Sesampainya di tempat yang di tuju, disana sudah ada Guru PAI, Pak KepSek, beberapa murud kelas xi bahasa dan yang lain aku nggak kenal. Mungkin kakak kelas, warga sekitar atau malakikat yang nyamar jadi manusia. Soalnya muka mereka samar-samar, mungkin karena mendung kali ya. Tapi kok lampunya nggak di nyalain?
Aku duduk di samping cholis, entah apa yang aku lamunkan tapi kenapa aku hanya membawa dua tas? Di mana rantang dan boneka anjingnya?

Ini jam ke 5 saatnya moving lagi, ini hari apa ea aku lupa yang jelas aku pakai seragam putih abu-abu. Berarti antara hari senin sampai hari kamis, tapi bukanya pelajaran PAI hari sabtu?.
 Di gedung yang sama tapi tempat yang berbeda, aku duduk di di barisan depan nomor dua dari sebelah kiri. Yang aku herankan kok pelajaran PAI lagi?
Manut saja lah, aku duduk dengan Indah. Lho kok Indah? Bukanya indah sekolah di Pondok Modern, apa indah pindah ke sini ea tapi sejak kapan? Lalu kenapa milih jurusan bahasa?
“ndah ini buku punya mu?” kata ku memulai pembicaraan
“lho, inikan buku mas faris (siapa itu mas faris? Kok aku nggak kenal?)
 Ini pasti erwin yang ceroboh, tapi kalo buku-buku yang ada di laci kamu memang semuanya punya ku!”

Aku menoleh ke belakang tempat Erwin duduk, aku berikan sedikit senyuman dan erwinpun membalasnya. Aku dan indah tertawa bersama entah apa yang di bicarakan tapi apaun itu asal dengan indah semuanya menjadi menyenangkan, senyum manisnya, pipinya yang bulat, semuanya begitu melekat di ingatan.
Bersyukur karena aku masih bisa bertemu orang-orang yang aku sayang.

Tiba-tiba bel pulang berbunyi, bel disini mirip peringatan pemberangkatan kereta. Jadi kalo pas bel berbunyi semuanya seperti penumpang kereta yang siap moving, anggaplah demikian. Aku pulang sendiri, tanpa Indah, Erwin ataupun Cholis.
Cuaca masih mendung, dingin dan sedikit berkabut, sepertinya akan turun hujan lebat tapi kapan turunya?


Akut 33, akut yang selama 2tahun ini mengantar jemput gadis 16th bertubuh mungil yang tak lain adalah aku sendiri. Di dalam angkut aku masih menuggu datangya hujan, tapi yang ada hanya kabut yang semakin pekat. Di sini semua diam, hening. Angin berhembus menusuk tulang, tapi hujan tak kunjung tiba.

Malam jum’at, 14 Maret 2013

Komentar

Postingan Populer