tugas essai novel sastra
Realita
Ironis Peran Wanita Di Dalam Tradisi dan Budaya
(ulasan novel Tarian
Bumi Karya Oka Rusmini Dan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari )
DI SUSUN OLEH : ISNIYATI
: XII BAHASA
: 09
SMA NEGERI 01 BOJA
2013/2014
Realita
Ironis Peran Wanita Di Dalam
Tradisi dan Budaya
(ulasan
novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini Dan Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari )
”Perempuan
Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan.
Mereka lebih memilih berpeluh. ...Mereka tidak hanya menyusui anak
yang lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki. Menyusui
hidup itu sendiri.” (Rusmini, 2004: 31)
“uluk-uluk
perkutut manggung
Teka saka ngendi
Teka saka tahanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon
Ora manis kaya putuku, Srintil”
(Tohari,1988 :21)
Teka saka ngendi
Teka saka tahanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon
Ora manis kaya putuku, Srintil”
(Tohari,1988 :21)
/1/
Realita hidup
manusia adalah realita ironis. Realita ironis adalah realita yang
bertentangan dengan idealism harapan1.
Seorang penari terutama petari tradisional yang sering kali
memperlihatkan keindahan gemulai tarianya, melalui gerakan tangan
atau kedipan mata menggambarkan keindahan dan kecantikan ternyata
menjadi antagonis di kehidupan pribadinya. Wanita sebagai lamabang
budaya tidak selalu sejalan dengan hakikat pandangan kehidupan yang
semestinya.
Kesenian, khususnya
kesenian tradisional, memiliki fungsi sebagai ritual keyakinan atau
keagamaan. Misalnya, karnya sastra berupa mantra-mantra yang di
anggap mempunyai kakuatan magis. Dalam Indonesia
Heritage
di sebutkan bahawa ada tiga tipologi seni pertunjukan Indonesia.
Salah satunya adalah tari legong keraton di Bali yang merupakan
dramatisasi suatu tarian2.
Asumsi kebanyakan
orang tentang seorang penari wanita adalah lambing budaya yang
menggambarkan keanggunan ternyata merupakan sebuah pengorbanan yang
menurut saya beresiko. Ironis mengetahi kenytaan yang sebenarnya
mengenangi sosok wanita dalam hal budaya. Novel Tarian Bumi karya Oka
Rusmini dan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari adalah contoh
penggambaran dari pemikiran tersebut.
1 Sutedjo, Realita Ironis Dunia Pendhidikan Kita, Surya, Senin 2 Mei 2005.
2
Nugroho Trisnu Brata, Antropologi untuk SMA dan MA kelas XII 2, 2007
/2/
Berkaitan
dengan dua sisi kebudyaan yaitu budaya jawa dan bali terselip suatu
kesamaan yaitu penari wanita sebagai hiburan utama dimana tanpa sosok
ini akan akan terasa hambar.
“Dukuh
Paruk tanpa ronggeng , bukanlah Dukuh Paruk. Srintil, cucuku sendiri
akan mengembalikan citra sebenarnya pedukuhan ini.”
(
Ronggeng Dukuh Paruk, 1988 hal : 16)
Kesenian
tidak terbatas hanya pada benda-benda tertentu. Akan tetapi juga pada
seluruh aktifitas yang merupakan respon estetik atas kehidupan3.
Salah satu di antaranya adalah ritual ritual tertentu yang menjadi
klimaks dan falling action dalam kedua novel ini. Banyak yang harus
di korbankan untuk menjalankan ritual – ritual tersebut.
Bukak-klambu4
adalah ritual yang menjadi klimaks dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk
di mana Srintil
anak
belia yang masih di bawah umur harus mempertaruhkan kevirginannya
bagi seseorang yang mampu membayar ringgit emas. Itu adalah salah
satu syarat dari dukun setempat agar seseorang dapat menjadi ronggeng
yang sesungguhnya.
...Dan,
kalau sudah mengamuk, seluru perabot di rumah akan hancur. Entah apa
maunya laki-laki itu. Selalu membuat susah. (Rusmini, 2004: 15)
... Dia selalu menghilang berbulan-bulan. Biasanya bila di rumah kerjanya hanya meneguk minuman. Ayah juga tidak bekerja. (Rusmini, 2004: 25)
... Dia selalu menghilang berbulan-bulan. Biasanya bila di rumah kerjanya hanya meneguk minuman. Ayah juga tidak bekerja. (Rusmini, 2004: 25)
Perempuan-perempuan
dalan novel Tarian Bumi yang berisi budaya masnyarakat bali pada
jaman dahulu terbiasa hidup mandiri, tidak bergantung pada laki-laki.
Laki-laki hanya untuk melanjutkan keturunan saja. Selanjutnya
perempuan itu lah yang menghidupi suami dan anak-anaknya.
”Perempuan
Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan.
Mereka lebih memilih berpeluh. ...Mereka tidak hanya menyusui anak
yang lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki. Menyusui
hidup itu sendiri.”
(Rusmini, 2004: 31)
(Rusmini, 2004: 31)
Salah satu kutipan
yang paling saya sukai, menurut saya, itu adalah perwakilan dari
benang merah novel Tarian Bumi. Betapa tidak, novel berbobot yang
sudah di terjemahkan dalam berbagai bahasa di belahan dunia ini
adalah salah satu novel yang di rekomendasikan sebagai salah satu
novel yang harus di baca. Penggambaran bali yang sesungguhnya, yang
sebelumnya tak terbayang di benak banyak orang.
”Membangun
sebuah dinasti itu sulit, Telaga. Apalagi sebagai seorang perempuan,”
(Rusmini, 2004: 20)
Menjadi
perempuan bali itu tidak mudah, perempuan tidak mungkin mengalahkan
laki-laki, dalam setiap hal, apalagi memimpin sebuah keluarga.
3 Nugroho Trisnu Brata, Antropologi untuk SMA dan MA kelas XII 2, 2007
4
Salah satu ritual di pedukuhan agar suatu gadis yang telah mendapat
indang dapat menjadi ronggeng yang
sesungguhnya. Dengan mempertaruhkan kevirginanya kepada seseorang yang telah memnuhi syarat yang di
berikan dukun setempat.
sesungguhnya. Dengan mempertaruhkan kevirginanya kepada seseorang yang telah memnuhi syarat yang di
berikan dukun setempat.
Anggapan
bahwa perempuan hanyalah mahluk lemah yang tidak bisa apa-apa, jika
tidak ada laki-laki. Namun, akibat kekecewaannya terhadap laki-laki,
suami dan anak laki-laki, mulai berpikir bahwa kebahagiaan sebenarnya
bukan hanya terletak di tangan laki-laki.
Tak
jauh beda dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari,
srintil sebagai orang ketiga tokoh pertama dalam cerita ini akhirnya
gila karena tak kuat menjalani hidup. Semua orang meninggalkanya,
ketika Rasus taklagi bersamanya, ketika Bajus yang menjadi harapan
terkhirnya ternyata hendak menjul Srintil kepada bosnya. Ketika ia
harus mendekam di penjara paling lama, tanpa kedua orang tua karena
ia yatim piatu. Sedangkan masyarakat cukup menikmati tarian cantiknya
saja. Tanpa harus mengetahui apa yang sedang di rsakan penarinya.
Perempuan lugu ini di manfaatkan keberadaanya oleh tradisi dan budaya
yang belum mengalami pembaharuan.
/3/
Pandangan
dasar spiritual Timur adalah bagaimana rohani seseorang dapat
memahami hal-hal yang ada di balik dunia yang tampak, sehingga
manusia dapat nilai-nilaimoral. Konsep spiritual Hindu/Budha, sufi
Islam atau Jawa, sepakat bahwa hidup merupakan suatu pencarian dengan
kekuatan sendiri tentang hakekat segala wujud5.
Salah
satu bukti pengabdian kepada sang pencipta/kepercayaan, seorang hamba
akan rela melakukan apapun.keprcayaan itu muncul dengan sendirinya
atas pengaruh social atau turun temurun.
“tidak
bisa ! siapa tahu kejadian ini adalah pageblug. Siapa tahu kejadian
karena kutuk Ki Secamenggala. Yang telah lama tidak di beri sesaji.
Siapa tahu !” (Tohari,1988 :34)
…Srintil
lahir di Dukuh Paruk untuk menjadi ronggeng. Maka dengan rela hati
dia akan menjalani malam bukak-klambu, apa pula denga kemungkinan
baginya memiliki ringgit emas. (Tohari,1988 :96)
Meskipun Srintil
sendiri merasa ngeri, tak ada kekuatan dan keberanian untuk
menolaknya. Srintil telah terlibat atau larut dalam kekuasaan sebuah
tradisi, di sisi lain, Rasus merasa mencintai gadis itu tidak bisa
berbuat banyak setelah Srintil resmi menjadi ronggeng yang dianggap
milik orang banyak. Oleh karena itu, Rasus memilih pergi meninggalkan
Srintil sendirian di Dukuh Paruk.
Cerita yang sangat
menarik menurut saya, apalagi dengan akhir cerita yang tidak pernah
terduga sebelumnya. Srintil bertemu dengan Bajus. Bajus berjanji akan
menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha mencintai Bajus. Tapi
Srintil sangat kecewa, karena Bajus ternyata lelaki impoten yang
justru hanya berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek.
Srintil pun mengalami goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit
gila sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus.
Sedangkan
pengakhiran Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini, terkesan menggantung
dan misterius. Telaga dan anaknya Luh Sari menyelinap memasuki istana
untuk melakukan upacara Patiwangi. Ketika upacara berlangsung, Ida
Bagus Tugur, kakek Telaga menyaksikan cucunya melakukan upacara
pelepasan itu. Luh Sari dengan kikuk mengikuti semua titah ibunya.
Kenanga yang menyaksikan upacara itu pun marah besar. Namun, tetap
disimpannya amarah itu. Selepas upacara, Telaga mohon pamit pada
semua penghuni Istana atau Griya. Begitu pula Luh Sari yang
berpamitan dengan kakek buyutnya.
/4/
Oka Rusmini
menyampaikan kisah Tarian Bumi dengan bahasa yang lugas dan tegas.
Pilihan kata dengan bahasa Indonesia yang singkat, padat tetapi
berbobot dalam hal makna. Bahasa yang digunakan juga menggunakan gaya
bahasa metaforor dimana ada nilai-nilai erotisme dalam
pengungkapannya. Di situlah letak keindahan dari novel tersebut.
Penggambaran tokoh
Telaga yang berbobot, membuat cerita ini terus di ingat pembaca.
Kesetiaan telaga pada suaminya Wayan mengaruskan ia melepas
kekayaannya dan berubah status menjadi kaum sudra yang miskin.
Padahal dulunya ia adalah penari jogged dari keluarga istanya yang
cantik dan kaya raya. Namun sekarang harus hidup miskin di tinggal
mati wayan dan harus menjalin konflik dengan adik iparnya.
Bagitupun Ahmad
Tohari yang menggambarkan tokoh srintil sebagai penari ronggeng yang
cantik, harus menderita sakit jiwa karena tidak kuat menjalani hidup
seorang diri tanpa Rasus. Ironis memang, namun inilah letak keindahan
dari novel ini menurut saya.
Sinopsis
Tarian Bumi karya Oka Rusmin
Kisah berawal dari
ambisi dan keinginan kuat luh Sekar yang ingin mengubah status
dirinya menjadi orang yang dijunjung tinggi di Bali. Kasta tertinggi
yang mampu meningkatkan taraf hidup keluarganya itu adalah kasta
Brahmana, kasta para pendeta, orang-orang suci yang menjadi tokoh
keagamaan di kalangan masyarakat Bali.
Kehidupan itu akan
mudah diraihnya jika ia menjadi penari joged, yakni tarian keagamaan
yang hanya boleh dilakukan oleh keturunan brahmana. Luh Sekar pun
sebetulnya adalah seorang penari joged bumbung, tarian yang banyak
diikuti lelaki nakal dan liar. Di sanalah ia berkenalan dengan lelaki
brahmana hidung belang bernama Ida Bagus Ngurah Pidada. Setelah
menikah dengan lelaki brahmana itu, ia mengubah namanya menjadi jero
Kenanga. Bagi Kenanga, bukanlah masalah ketika ia menikah dengan
lelaki sebejat apa pun perilakunya, yang penting, ia mampu mengubah
status hidupnya menjadi seorang brahmana ketika menikah dengan lelaki
brahmana.
Kenanga atau Sekar
pun melahirkan anak perempuan yang sangat cantik, dinamainya Ida Ayu
Telaga Pidada. Gadis ini tumbuh menjadi seorang wanita cantik, bunga
istana, dan primadona di panggung joged. Ia senantiasa menjadi
perbincangan para pria dari semua kalangan, termasuk sudra. Telaga
dididik menjadi seorang wanita brahmana yang tinggi martabatnya oleh
sang ibu. Telaga pun dicarikan jodoh dari kasta yang sama dengannya.
Namun, perilaku dan pendidikan ibunya membuat Telaga tertekan. Ia
tidak menyukai segala kebusukan perilaku ibunya yang senantiasa
memaksakan kehendaknya. Telaga seolah tidak memiliki hak untuk
mengembangkan dirinya menjadi manusia yang berdiri sendiri.
Puncak kegelisahan
Telaga pun membuncah ketika ia menemukan muara cintanya pada seorang
lelaki sudra. Ia adalah wayan Sasmita, pemuda tampan tetapi miskin.
Wayan adalah pelukis istana yang dibesarkan oleh paman Telaga, I
Gusti Ketu. Ada desas desus , bahwa Wayan sebetulnya memang putra
Ketu dari wanita sudra. Dengan berani, mereka memperjuangkan kisah
cinta mereka. Wayan menikahi Telaga yang secara tidak langsung
mengubah status Telaga menjadi wanita sudra.
Pernikahan ini
mengundang amarah yang sangat besar dari sang ibu, Jero Kenanga.
Bertahun-tahun ia memperjuangkan dirinya menjadi seorang brahmana,
anaknya sendiri menodai dengan menikahi seorang sudra. Telaga pun
diusir dari istana tanpa membawa sehelai pun kain, kecuali apa yang
dipakainya. Sejak pernikahan itu, hidup Telaga berubah, ia menjadi
miskin dan menderita. Beberapa tahun setelah anaknya lahir, Wayan
meninggal di studio Telaga membesarkan anaknya seorang diri. Gadis
cilik putri Telaga itu bernama Sari. Ia tumbuh menjadi anak yang
pintar, lincah, dan manis. Kehidupan Telaga pun tidak lepas dari
gangguan Sasmita, suami adik iparnya sendiri. Telaga hidup dalam
ketidaknyamanan.
Telaga yakin,
ketidaktenangan hidupnya terjadi karena dia belum melakukan upacara
Patiwangi, yakni upacara pelepasan statusnya sebagai brahmana. Telaga
harus melakukan upacara itu di dalam istana atau griya. Oleh karena
itu, malam-malam, Telaga dan anaknya Luh Sari menyelinap memasuki
istana untuk melakukan upacara Patiwangi. Ketika upacara berlangsung,
Ida Bagus Tugur, kakek Telaga menyaksikan cucunya melakukan upacara
pelepasan itu. Luh Sari dengan kikuk mengikuti semua titah ibunya.
Kenanga yang menyaksikan upacara itu pun marah besar. Namun, tetap
disimpannya amarah itu. Selepas upacara, Telaga mohon pamit pada
semua penghuni Istana atau Griya. Begitu pula Luh Sari yang
berpamitan dengan kakek buyutnya, Ida bagus Tugur, yang kemarin
memberinya piala sebagai juara kelas di sekolah.
Sinopsis
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari
Dalam Novel ini
dikisahkan seorang ronggeng (penari) dari Dukuh Paruk bernama
Srintil. Dukuh Paruk adalah sebuah desa kecil yang terpencil dan
miskin. Namun, segenap warganya memiliki suatu kebanggaan tersendiri
karena mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan
hidupnya.
Srintil sewaktu
measih kecil mendapat indang, senhingga dalam waktu singkat, Srintil
pun membuktikan kebolehannya menari disaksikan orang-orang Dukuh
Paruk sendiri dan selanjutnya dia pun berstatus gadis pilihan yang
menjadi milik masyarakat. Sebagai seorang ronggeng, Srintil harus
menjalani serangkaian upacara tradisional yang puncaknya adalah
menjalani upacara bukak klambu, yaitu menyerahkan keperawanannya
kepada siapa pun lelaki yang mampu memberikan imbalan paling mahal.
Meskipun Srintil
sendiri merasa ngeri, tak ada kekuatan dan keberanian untuk
menolaknya. Srintil telah terlibat atau larut dalam kekuasaan sebuah
tradisi, di sisi lain, Rasus merasa mencintai gadis itu tidak bisa
berbuat banyak setelah Srintil resmi menjadi ronggeng yang dianggap
milik orang banyak. Oleh karena itu, Rasus memilih pergi meninggalkan
Srintil sendirian di Dukuh Paruk. Namun demikian Rasus tetap
menyayangi Srintil.
Kepergian Rasus
ternyata membekaskan luka yang mendalam di hati Srintil dan kelak
besar sekali pengaruhnya terhadap perjalanan hidupnya yang berliku.
Rasus yang terluka hatinya memilih meninggalkan Dukuh Paruk dan
akhirnya menjadi seorang prajurit atau tentara tanpa pangkat yang
gagah.
Dengan
ketentaraannya itulah kemudian Rasus memperoleh penghormatan dan
penghargaan seluruh orang Dukuh Paruk, lebih-lebih setelah berhasil
menembak dua orang perampok yang berniat menjarah rumah Kartareja
yang menyimpan harta kekayaan ronggeng Srintil.
Beberapa hari
singgah di Dukuh Paruk Rasus sempat menikmati kemanjaan Srintil
sepenuhnya. Tapi itu semua tidak menggoyahkan tekadnya yang bulat
untuk menjauhi Srintil dan dukuhnya yang miskin. Pada saat fajar
merekah, Rasus melangkah gagah tanpa berpamitan pada Srintil yang
masih pulas tidurnya.
Kepergian Rasus
tanpa pamit sangat mengejutkan dan menyadarkan Srintil bahwa ternyata
tidak semua lelaki dapat ditundukkan oleh seorang ronggeng. Setelah
kejadian itu Srintil setiap hari tampak murung dan sikap Srintil yang
kemudian menimbulkan keheranan orang-orang disekitarnya. Kebanyakan
mereka tidak senang menyaksikan kemurungan Srintil, sebab mereka
tetap percaya ronggeng Srintil telah menjadi simbol kehidupan Dukuh
Paruk. Dalam kurun waktu tertentu, Srintil tetap bertahan tidak ingin
menari sebagai ronggeng.
Perlawanan atau
pemogokan Srintil masih bertahan ketika datang tawaran menari dari
Kantor Kecamatan Dawuan yang akan menggelar pentas kesenian menyambut
perayaan Agustusan. Kalau pun pada akhirnya runtuh dan pasrah, bukan
semata-mata tergugah untuk kembali tampil menari sebagai seorang
ronggeng, melainkan mendengar ancaman Pak Ranu dari Kantor Kecamatan.
Srintil menyadari kedudukannya sebagai orang kecil yang tak berhak
melawan kekuasaan. Sama sekali ia tidak membayangkan akibat lebih
jauh dari penampilannya di panggung perayaan Agustusan yang pada
tahun 1964 sengaja dibuat berlebihan oleh orang-orang Partai Komunis
Indonesia (PKI). Warna merah dipasang di mana-mana dan muncullah
pidato-pidato yang menyebut-nyebut rakyat tertindas, kapitalis,
imperalis, dan sejenisnya.
Pemberontakan PKI
kandas dalam sekejap dan akibatnya orang-orang PKI atau mereka yang
dikira PKI dan siapa pun yang berdekatan dengan PKI di daerah mana
pun ditangkapi dan di tahan. Nasib itu terjadi juga pada Srintil yang
harus mendekam di tahanan tanpa alasan yang jelas. Pada mulanya,
terjadi paceklik di mana-mana sehingga menimbulkan kesulitan ekonomi
secara menyeluruh.
Pada waktu itu,
orang-orang Dukuh Paruk tidak berpikir panjang dan tidak memahami
berbagai gejala zaman yang berkembang di luar wilayahnya. Dalam masa
paceklik yang berkepanjangan, Srintil terpaksa lebih banyak berdiam
di rumah, karena amat jarang orang mengundangnya berpentas untuk
suatu hajatan. Akan tetapi, tidak lama kemudian ronggeng Srintil
sering berpentas di rapat-rapat umum yang selalu dihadiri atau
dipimpin tokoh Bakar. Walaupun Srintil tidak memahami makna
rapat-rapat umum, pidato yang sering diselenggarakan orang. Yang dia
pahami hanyalah menari sebagai ronggeng atau melayani nafsu
kelelakian.
Hubungan mereka
merenggang setelah beberapa kali terjadi penjarahan padi yang
dilakukan oleh orang-orang kelompok Bakar. Sukarya merasa tersinggung
dengan Bakar, karena Bakar mengungkit-ungkit masa lampau Ki
Secamenggala yang dikenal orang sebagai bromocorah. Karena hal itu
Sakarya memutuskan hubungan dengan kelompok Bakar. Sakarya tidak
hanya melarang ronggeng Srintil berpentas di rapat-rapat umum, tetapi
juga meminta pencabutan lambang partai. Akan tetapi, Bakar
menanggapinya dengan sikap bersahaja. Dalam tempo singkat, Dukuh
Paruk kembali ke tradisinya yang sepi dan miskin.
Akan tetapi,
kedamaian itu hanya sebentar, karena mereka kemudian kembali
bergabung dengan kelompok Bakar setelah terkecoh oleh kerusakan
cungkup makam Ki Secamenggala. Sakarya menduga kerusakan itu ulah
kelompok Bakar yang sakit hati, tetapi kemudian beralih ke kelompok
lain setelah menemukan sebuah caping bercat hijau di dekat pekuburan
itu. Sayang, mereka tidak mampu membaca simbol itu. Dan Srintil pun
semangat menari walaupun tariannya tidak seindah penampilannya yang
sudah-sudah.
Ternyata penampilan
yang berlebihan itu merupakan akhir perjalanan Srintil sebagai
ronggeng. Mendadak pasar malam bubar tanpa penjelasan apa pun dan
banyak orang limbung, ketakutan, dan kebingungan, sehingga kehidupan
terasa sepi dan mencekam. Berbagai peristiwa menjadikan orang-orang
Dukuh Paruk ketakutan, tetapi tidak mengetahui cara-cara
penyelesaiannya. Yang terpikir adalah melaksanakan upacara selamatan
dan menjaga kampung dengan ronda setiap saat.
Keesokan harinya
orang-orang Dukuh Paruk melepas langkah Kartareja dan Srintil yang
berniat meminta perlindungan polisi di Dawuan. Tapi ternyata harapan
berlindung kepada polisi itu berantakan, karena kepolisian dan
tentara justru sudah menyimpan catatan nama Srintil yang terlanjur
populer sebagai ronggeng rakyat yang mengibarkan bendera PKI.
Srintil pulang ke
Dukuh Paruk setelah dua tahun mendekam dalam tahanan politik dengan
kondisi kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup segala
kisah dukanya selama dalam tahanan dan bertekad melepas predikat
ronggengnya untuk membangun sebuah kehidupan pribadinya yang utuh
sebagai seorang perempuan Dukuh Paruk, meskipun tidak mengetahui
sedikitpun keberadaan Rasus.
Srintil bertemu
dengan Bajus. Bajus berjanji akan menikahi Srintil, sehingga Srintil
berusaha mencintai Bajus. Tapi Srintil sangat kecewa, karena Bajus
ternyata lelaki impoten yang justru hanya berniat menawarkannya
kepada seorang pejabat proyek. Srintil pun mengalami goncangan jiwa
dan akhirnya menderita sakit gila sampai akhirnya dibawa ke rumah
sakit jiwa oleh Rasus.
Komentar