tugas essai novel sastra


Realita Ironis Peran Wanita Di Dalam Tradisi dan Budaya
(ulasan novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini Dan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari )

DI SUSUN OLEH         : ISNIYATI
: XII BAHASA
: 09
SMA NEGERI 01 BOJA
2013/2014
Realita Ironis Peran Wanita Di Dalam 

Tradisi dan Budaya
(ulasan novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini Dan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari )

Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan. Mereka lebih memilih berpeluh. ...Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki. Menyusui hidup itu sendiri.” (Rusmini, 2004: 31)
uluk-uluk perkutut manggung
Teka saka ngendi
Teka saka tahanah sabrang
Pakanmu apa
Pakanku madu tawon
Manis madu tawon
Ora manis kaya putuku, Srintil”
(Tohari,1988 :21)
/1/
Realita hidup manusia adalah realita ironis. Realita ironis adalah realita yang bertentangan dengan idealism harapan1. Seorang penari terutama petari tradisional yang sering kali memperlihatkan keindahan gemulai tarianya, melalui gerakan tangan atau kedipan mata menggambarkan keindahan dan kecantikan ternyata menjadi antagonis di kehidupan pribadinya. Wanita sebagai lamabang budaya tidak selalu sejalan dengan hakikat pandangan kehidupan yang semestinya.
Kesenian, khususnya kesenian tradisional, memiliki fungsi sebagai ritual keyakinan atau keagamaan. Misalnya, karnya sastra berupa mantra-mantra yang di anggap mempunyai kakuatan magis. Dalam Indonesia Heritage di sebutkan bahawa ada tiga tipologi seni pertunjukan Indonesia. Salah satunya adalah tari legong keraton di Bali yang merupakan dramatisasi suatu tarian2.
Asumsi kebanyakan orang tentang seorang penari wanita adalah lambing budaya yang menggambarkan keanggunan ternyata merupakan sebuah pengorbanan yang menurut saya beresiko. Ironis mengetahi kenytaan yang sebenarnya mengenangi sosok wanita dalam hal budaya. Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini dan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari adalah contoh penggambaran dari pemikiran tersebut.

1 Sutedjo, Realita Ironis Dunia Pendhidikan Kita, Surya, Senin 2 Mei 2005.
2 Nugroho Trisnu Brata, Antropologi untuk SMA dan MA kelas XII 2, 2007


/2/
Berkaitan dengan dua sisi kebudyaan yaitu budaya jawa dan bali terselip suatu kesamaan yaitu penari wanita sebagai hiburan utama dimana tanpa sosok ini akan akan terasa hambar.
Dukuh Paruk tanpa ronggeng , bukanlah Dukuh Paruk. Srintil, cucuku sendiri akan mengembalikan citra sebenarnya pedukuhan ini.”
( Ronggeng Dukuh Paruk, 1988 hal : 16)
Kesenian tidak terbatas hanya pada benda-benda tertentu. Akan tetapi juga pada seluruh aktifitas yang merupakan respon estetik atas kehidupan3. Salah satu di antaranya adalah ritual ritual tertentu yang menjadi klimaks dan falling action dalam kedua novel ini. Banyak yang harus di korbankan untuk menjalankan ritual – ritual tersebut. Bukak-klambu4 adalah ritual yang menjadi klimaks dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk di mana Srintil anak belia yang masih di bawah umur harus mempertaruhkan kevirginannya bagi seseorang yang mampu membayar ringgit emas. Itu adalah salah satu syarat dari dukun setempat agar seseorang dapat menjadi ronggeng yang sesungguhnya.
...Dan, kalau sudah mengamuk, seluru perabot di rumah akan hancur. Entah apa maunya laki-laki itu. Selalu membuat susah. (Rusmini, 2004: 15)
... Dia selalu menghilang berbulan-bulan. Biasanya bila di rumah kerjanya hanya meneguk minuman. Ayah juga tidak bekerja. (Rusmini, 2004: 25)
Perempuan-perempuan dalan novel Tarian Bumi yang berisi budaya masnyarakat bali pada jaman dahulu terbiasa hidup mandiri, tidak bergantung pada laki-laki. Laki-laki hanya untuk melanjutkan keturunan saja. Selanjutnya perempuan itu lah yang menghidupi suami dan anak-anaknya.
Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan. Mereka lebih memilih berpeluh. ...Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki. Menyusui hidup itu sendiri.”
(Rusmini, 2004: 31)
Salah satu kutipan yang paling saya sukai, menurut saya, itu adalah perwakilan dari benang merah novel Tarian Bumi. Betapa tidak, novel berbobot yang sudah di terjemahkan dalam berbagai bahasa di belahan dunia ini adalah salah satu novel yang di rekomendasikan sebagai salah satu novel yang harus di baca. Penggambaran bali yang sesungguhnya, yang sebelumnya tak terbayang di benak banyak orang.
Membangun sebuah dinasti itu sulit, Telaga. Apalagi sebagai seorang perempuan,” (Rusmini, 2004: 20)
Menjadi perempuan bali itu tidak mudah, perempuan tidak mungkin mengalahkan laki-laki, dalam setiap hal, apalagi memimpin sebuah keluarga.

3
Nugroho Trisnu Brata, Antropologi untuk SMA dan MA kelas XII 2, 2007
4 Salah satu ritual di pedukuhan agar suatu gadis yang telah mendapat indang dapat menjadi ronggeng yang
sesungguhnya. Dengan mempertaruhkan kevirginanya kepada seseorang yang telah memnuhi syarat yang di
berikan dukun setempat.
Anggapan bahwa perempuan hanyalah mahluk lemah yang tidak bisa apa-apa, jika tidak ada laki-laki. Namun, akibat kekecewaannya terhadap laki-laki, suami dan anak laki-laki, mulai berpikir bahwa kebahagiaan sebenarnya bukan hanya terletak di tangan laki-laki.
Tak jauh beda dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, srintil sebagai orang ketiga tokoh pertama dalam cerita ini akhirnya gila karena tak kuat menjalani hidup. Semua orang meninggalkanya, ketika Rasus taklagi bersamanya, ketika Bajus yang menjadi harapan terkhirnya ternyata hendak menjul Srintil kepada bosnya. Ketika ia harus mendekam di penjara paling lama, tanpa kedua orang tua karena ia yatim piatu. Sedangkan masyarakat cukup menikmati tarian cantiknya saja. Tanpa harus mengetahui apa yang sedang di rsakan penarinya. Perempuan lugu ini di manfaatkan keberadaanya oleh tradisi dan budaya yang belum mengalami pembaharuan.
/3/


Pandangan dasar spiritual Timur adalah bagaimana rohani seseorang dapat memahami hal-hal yang ada di balik dunia yang tampak, sehingga manusia dapat nilai-nilaimoral. Konsep spiritual Hindu/Budha, sufi Islam atau Jawa, sepakat bahwa hidup merupakan suatu pencarian dengan kekuatan sendiri tentang hakekat segala wujud5.
Salah satu bukti pengabdian kepada sang pencipta/kepercayaan, seorang hamba akan rela melakukan apapun.keprcayaan itu muncul dengan sendirinya atas pengaruh social atau turun temurun.
tidak bisa ! siapa tahu kejadian ini adalah pageblug. Siapa tahu kejadian karena kutuk Ki Secamenggala. Yang telah lama tidak di beri sesaji. Siapa tahu !” (Tohari,1988 :34)
Srintil lahir di Dukuh Paruk untuk menjadi ronggeng. Maka dengan rela hati dia akan menjalani malam bukak-klambu, apa pula denga kemungkinan baginya memiliki ringgit emas. (Tohari,1988 :96)
Meskipun Srintil sendiri merasa ngeri, tak ada kekuatan dan keberanian untuk menolaknya. Srintil telah terlibat atau larut dalam kekuasaan sebuah tradisi, di sisi lain, Rasus merasa mencintai gadis itu tidak bisa berbuat banyak setelah Srintil resmi menjadi ronggeng yang dianggap milik orang banyak. Oleh karena itu, Rasus memilih pergi meninggalkan Srintil sendirian di Dukuh Paruk.
Cerita yang sangat menarik menurut saya, apalagi dengan akhir cerita yang tidak pernah terduga sebelumnya. Srintil bertemu dengan Bajus. Bajus berjanji akan menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha mencintai Bajus. Tapi Srintil sangat kecewa, karena Bajus ternyata lelaki impoten yang justru hanya berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek. Srintil pun mengalami goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit gila sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus.
Sedangkan pengakhiran Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini, terkesan menggantung dan misterius. Telaga dan anaknya Luh Sari menyelinap memasuki istana untuk melakukan upacara Patiwangi. Ketika upacara berlangsung, Ida Bagus Tugur, kakek Telaga menyaksikan cucunya melakukan upacara pelepasan itu. Luh Sari dengan kikuk mengikuti semua titah ibunya. Kenanga yang menyaksikan upacara itu pun marah besar. Namun, tetap disimpannya amarah itu. Selepas upacara, Telaga mohon pamit pada semua penghuni Istana atau Griya. Begitu pula Luh Sari yang berpamitan dengan kakek buyutnya.


/4/


Oka Rusmini menyampaikan kisah Tarian Bumi dengan bahasa yang lugas dan tegas. Pilihan kata dengan bahasa Indonesia yang singkat, padat tetapi berbobot dalam hal makna. Bahasa yang digunakan juga menggunakan gaya bahasa metaforor dimana ada nilai-nilai erotisme dalam pengungkapannya. Di situlah letak keindahan dari novel tersebut.
Penggambaran tokoh Telaga yang berbobot, membuat cerita ini terus di ingat pembaca. Kesetiaan telaga pada suaminya Wayan mengaruskan ia melepas kekayaannya dan berubah status menjadi kaum sudra yang miskin. Padahal dulunya ia adalah penari jogged dari keluarga istanya yang cantik dan kaya raya. Namun sekarang harus hidup miskin di tinggal mati wayan dan harus menjalin konflik dengan adik iparnya.
Bagitupun Ahmad Tohari yang menggambarkan tokoh srintil sebagai penari ronggeng yang cantik, harus menderita sakit jiwa karena tidak kuat menjalani hidup seorang diri tanpa Rasus. Ironis memang, namun inilah letak keindahan dari novel ini menurut saya.

Sinopsis Tarian Bumi karya Oka Rusmin

Kisah berawal dari ambisi dan keinginan kuat luh Sekar yang ingin mengubah status dirinya menjadi orang yang dijunjung tinggi di Bali. Kasta tertinggi yang mampu meningkatkan taraf hidup keluarganya itu adalah kasta Brahmana, kasta para pendeta, orang-orang suci yang menjadi tokoh keagamaan di kalangan masyarakat Bali.
Kehidupan itu akan mudah diraihnya jika ia menjadi penari joged, yakni tarian keagamaan yang hanya boleh dilakukan oleh keturunan brahmana. Luh Sekar pun sebetulnya adalah seorang penari joged bumbung, tarian yang banyak diikuti lelaki nakal dan liar. Di sanalah ia berkenalan dengan lelaki brahmana hidung belang bernama Ida Bagus Ngurah Pidada. Setelah menikah dengan lelaki brahmana itu, ia mengubah namanya menjadi jero Kenanga. Bagi Kenanga, bukanlah masalah ketika ia menikah dengan lelaki sebejat apa pun perilakunya, yang penting, ia mampu mengubah status hidupnya menjadi seorang brahmana ketika menikah dengan lelaki brahmana.
Kenanga atau Sekar pun melahirkan anak perempuan yang sangat cantik, dinamainya Ida Ayu Telaga Pidada. Gadis ini tumbuh menjadi seorang wanita cantik, bunga istana, dan primadona di panggung joged. Ia senantiasa menjadi perbincangan para pria dari semua kalangan, termasuk sudra. Telaga dididik menjadi seorang wanita brahmana yang tinggi martabatnya oleh sang ibu. Telaga pun dicarikan jodoh dari kasta yang sama dengannya. Namun, perilaku dan pendidikan ibunya membuat Telaga tertekan. Ia tidak menyukai segala kebusukan perilaku ibunya yang senantiasa memaksakan kehendaknya. Telaga seolah tidak memiliki hak untuk mengembangkan dirinya menjadi manusia yang berdiri sendiri.
Puncak kegelisahan Telaga pun membuncah ketika ia menemukan muara cintanya pada seorang lelaki sudra. Ia adalah wayan Sasmita, pemuda tampan tetapi miskin. Wayan adalah pelukis istana yang dibesarkan oleh paman Telaga, I Gusti Ketu. Ada desas desus , bahwa Wayan sebetulnya memang putra Ketu dari wanita sudra. Dengan berani, mereka memperjuangkan kisah cinta mereka. Wayan menikahi Telaga yang secara tidak langsung mengubah status Telaga menjadi wanita sudra.
Pernikahan ini mengundang amarah yang sangat besar dari sang ibu, Jero Kenanga. Bertahun-tahun ia memperjuangkan dirinya menjadi seorang brahmana, anaknya sendiri menodai dengan menikahi seorang sudra. Telaga pun diusir dari istana tanpa membawa sehelai pun kain, kecuali apa yang dipakainya. Sejak pernikahan itu, hidup Telaga berubah, ia menjadi miskin dan menderita. Beberapa tahun setelah anaknya lahir, Wayan meninggal di studio Telaga membesarkan anaknya seorang diri. Gadis cilik putri Telaga itu bernama Sari. Ia tumbuh menjadi anak yang pintar, lincah, dan manis. Kehidupan Telaga pun tidak lepas dari gangguan Sasmita, suami adik iparnya sendiri. Telaga hidup dalam ketidaknyamanan.
Telaga yakin, ketidaktenangan hidupnya terjadi karena dia belum melakukan upacara Patiwangi, yakni upacara pelepasan statusnya sebagai brahmana. Telaga harus melakukan upacara itu di dalam istana atau griya. Oleh karena itu, malam-malam, Telaga dan anaknya Luh Sari menyelinap memasuki istana untuk melakukan upacara Patiwangi. Ketika upacara berlangsung, Ida Bagus Tugur, kakek Telaga menyaksikan cucunya melakukan upacara pelepasan itu. Luh Sari dengan kikuk mengikuti semua titah ibunya. Kenanga yang menyaksikan upacara itu pun marah besar. Namun, tetap disimpannya amarah itu. Selepas upacara, Telaga mohon pamit pada semua penghuni Istana atau Griya. Begitu pula Luh Sari yang berpamitan dengan kakek buyutnya, Ida bagus Tugur, yang kemarin memberinya piala sebagai juara kelas di sekolah.


Sinopsis Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari

Dalam Novel ini dikisahkan seorang ronggeng (penari) dari Dukuh Paruk bernama Srintil. Dukuh Paruk adalah sebuah desa kecil yang terpencil dan miskin. Namun, segenap warganya memiliki suatu kebanggaan tersendiri karena mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan hidupnya.
Srintil sewaktu measih kecil mendapat indang, senhingga dalam waktu singkat, Srintil pun membuktikan kebolehannya menari disaksikan orang-orang Dukuh Paruk sendiri dan selanjutnya dia pun berstatus gadis pilihan yang menjadi milik masyarakat. Sebagai seorang ronggeng, Srintil harus menjalani serangkaian upacara tradisional yang puncaknya adalah menjalani upacara bukak klambu, yaitu menyerahkan keperawanannya kepada siapa pun lelaki yang mampu memberikan imbalan paling mahal.
Meskipun Srintil sendiri merasa ngeri, tak ada kekuatan dan keberanian untuk menolaknya. Srintil telah terlibat atau larut dalam kekuasaan sebuah tradisi, di sisi lain, Rasus merasa mencintai gadis itu tidak bisa berbuat banyak setelah Srintil resmi menjadi ronggeng yang dianggap milik orang banyak. Oleh karena itu, Rasus memilih pergi meninggalkan Srintil sendirian di Dukuh Paruk. Namun demikian Rasus tetap menyayangi Srintil.
Kepergian Rasus ternyata membekaskan luka yang mendalam di hati Srintil dan kelak besar sekali pengaruhnya terhadap perjalanan hidupnya yang berliku. Rasus yang terluka hatinya memilih meninggalkan Dukuh Paruk dan akhirnya menjadi seorang prajurit atau tentara tanpa pangkat yang gagah.
Dengan ketentaraannya itulah kemudian Rasus memperoleh penghormatan dan penghargaan seluruh orang Dukuh Paruk, lebih-lebih setelah berhasil menembak dua orang perampok yang berniat menjarah rumah Kartareja yang menyimpan harta kekayaan ronggeng Srintil.
Beberapa hari singgah di Dukuh Paruk Rasus sempat menikmati kemanjaan Srintil sepenuhnya. Tapi itu semua tidak menggoyahkan tekadnya yang bulat untuk menjauhi Srintil dan dukuhnya yang miskin. Pada saat fajar merekah, Rasus melangkah gagah tanpa berpamitan pada Srintil yang masih pulas tidurnya.
Kepergian Rasus tanpa pamit sangat mengejutkan dan menyadarkan Srintil bahwa ternyata tidak semua lelaki dapat ditundukkan oleh seorang ronggeng. Setelah kejadian itu Srintil setiap hari tampak murung dan sikap Srintil yang kemudian menimbulkan keheranan orang-orang disekitarnya. Kebanyakan mereka tidak senang menyaksikan kemurungan Srintil, sebab mereka tetap percaya ronggeng Srintil telah menjadi simbol kehidupan Dukuh Paruk. Dalam kurun waktu tertentu, Srintil tetap bertahan tidak ingin menari sebagai ronggeng.
Perlawanan atau pemogokan Srintil masih bertahan ketika datang tawaran menari dari Kantor Kecamatan Dawuan yang akan menggelar pentas kesenian menyambut perayaan Agustusan. Kalau pun pada akhirnya runtuh dan pasrah, bukan semata-mata tergugah untuk kembali tampil menari sebagai seorang ronggeng, melainkan mendengar ancaman Pak Ranu dari Kantor Kecamatan. Srintil menyadari kedudukannya sebagai orang kecil yang tak berhak melawan kekuasaan. Sama sekali ia tidak membayangkan akibat lebih jauh dari penampilannya di panggung perayaan Agustusan yang pada tahun 1964 sengaja dibuat berlebihan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI). Warna merah dipasang di mana-mana dan muncullah pidato-pidato yang menyebut-nyebut rakyat tertindas, kapitalis, imperalis, dan sejenisnya.
Pemberontakan PKI kandas dalam sekejap dan akibatnya orang-orang PKI atau mereka yang dikira PKI dan siapa pun yang berdekatan dengan PKI di daerah mana pun ditangkapi dan di tahan. Nasib itu terjadi juga pada Srintil yang harus mendekam di tahanan tanpa alasan yang jelas. Pada mulanya, terjadi paceklik di mana-mana sehingga menimbulkan kesulitan ekonomi secara menyeluruh.
Pada waktu itu, orang-orang Dukuh Paruk tidak berpikir panjang dan tidak memahami berbagai gejala zaman yang berkembang di luar wilayahnya. Dalam masa paceklik yang berkepanjangan, Srintil terpaksa lebih banyak berdiam di rumah, karena amat jarang orang mengundangnya berpentas untuk suatu hajatan. Akan tetapi, tidak lama kemudian ronggeng Srintil sering berpentas di rapat-rapat umum yang selalu dihadiri atau dipimpin tokoh Bakar. Walaupun Srintil tidak memahami makna rapat-rapat umum, pidato yang sering diselenggarakan orang. Yang dia pahami hanyalah menari sebagai ronggeng atau melayani nafsu kelelakian.
Hubungan mereka merenggang setelah beberapa kali terjadi penjarahan padi yang dilakukan oleh orang-orang kelompok Bakar. Sukarya merasa tersinggung dengan Bakar, karena Bakar mengungkit-ungkit masa lampau Ki Secamenggala yang dikenal orang sebagai bromocorah. Karena hal itu Sakarya memutuskan hubungan dengan kelompok Bakar. Sakarya tidak hanya melarang ronggeng Srintil berpentas di rapat-rapat umum, tetapi juga meminta pencabutan lambang partai. Akan tetapi, Bakar menanggapinya dengan sikap bersahaja. Dalam tempo singkat, Dukuh Paruk kembali ke tradisinya yang sepi dan miskin.
Akan tetapi, kedamaian itu hanya sebentar, karena mereka kemudian kembali bergabung dengan kelompok Bakar setelah terkecoh oleh kerusakan cungkup makam Ki Secamenggala. Sakarya menduga kerusakan itu ulah kelompok Bakar yang sakit hati, tetapi kemudian beralih ke kelompok lain setelah menemukan sebuah caping bercat hijau di dekat pekuburan itu. Sayang, mereka tidak mampu membaca simbol itu. Dan Srintil pun semangat menari walaupun tariannya tidak seindah penampilannya yang sudah-sudah.
Ternyata penampilan yang berlebihan itu merupakan akhir perjalanan Srintil sebagai ronggeng. Mendadak pasar malam bubar tanpa penjelasan apa pun dan banyak orang limbung, ketakutan, dan kebingungan, sehingga kehidupan terasa sepi dan mencekam. Berbagai peristiwa menjadikan orang-orang Dukuh Paruk ketakutan, tetapi tidak mengetahui cara-cara penyelesaiannya. Yang terpikir adalah melaksanakan upacara selamatan dan menjaga kampung dengan ronda setiap saat.
Keesokan harinya orang-orang Dukuh Paruk melepas langkah Kartareja dan Srintil yang berniat meminta perlindungan polisi di Dawuan. Tapi ternyata harapan berlindung kepada polisi itu berantakan, karena kepolisian dan tentara justru sudah menyimpan catatan nama Srintil yang terlanjur populer sebagai ronggeng rakyat yang mengibarkan bendera PKI.
Srintil pulang ke Dukuh Paruk setelah dua tahun mendekam dalam tahanan politik dengan kondisi kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup segala kisah dukanya selama dalam tahanan dan bertekad melepas predikat ronggengnya untuk membangun sebuah kehidupan pribadinya yang utuh sebagai seorang perempuan Dukuh Paruk, meskipun tidak mengetahui sedikitpun keberadaan Rasus.
Srintil bertemu dengan Bajus. Bajus berjanji akan menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha mencintai Bajus. Tapi Srintil sangat kecewa, karena Bajus ternyata lelaki impoten yang justru hanya berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek. Srintil pun mengalami goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit gila sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus.




Komentar

Postingan Populer